Jendela
Hati

Wanita
Bicara

Keluarga

Remaja

Education
Corner

Manca
negara

Kiriman
Sahabat

Embun
Pagi

Tolong Tutup Blackberry, Pak Menteri

(Anita, 13 tahun, dari SMP 321)

“Blackberry mau ditutup, ini semua karena tidak taatnya provider blackberry di Canada yang tidak mau menghormati pemerintah Indonesia, Ini kan negara muslim, harusnya mereka tahu dong kalau kita orang Islam anti dengan hal-hal yang berbau pornografi, Kenapa sih kita musti disamakan dengan mereka, kalau mereka anggap masalah pornografi itu hal yang biasa, ya silakan saja, namun jangan ajak-ajak kita dong,’’ tante Dien, adik ibuku menulis dengan gemas di status facebooknya. Sesegera berbagai comment muncul di status facebooknya, dan aku yang ikutan membaca facebook tante Dien hanya menulis, ”woow tante, kalau blackberry ditutup, enaklah tante biar kita sering-sering ketemu lagi dan gak sibuk blackberry-an kalau lagi main kerumah kita.”


Aku teringat, ketika jalan-jalan ke Dufan, di sana tente Dien, adik ibu yang cantik dan trendy serta masih muda, dengan sangat semangat mengajak kami bermain kora-kora, sebuah permainan di dufan yang cukup membuat perut terkocok-kocok. Ketika turun dari pemainan kora-kora, tante Dien segera membuka lagi blackberrynya dan tekun menulis ini itu untuk menulis di statusnya mengenai perasaanya setelah main kora-kora itu, sehingga melupakan keberadaan kami, dikarenakan asyik kembali dengan blackberrynya.

Gandrung teknologi, demikianlah sepertinya yang sedang dialami tante Dien adik ibuku. Kami selalu menertawakannya karena tidak ada satu menit pun pikiran dan perhatiannya terlepas dari teknologi, baik itu berupa blackberrynya yang on terus, juga facebooknya yang selalu terupdate statusnya, bahkan iphone yang saat ini harganya masih mahal pun rela dicicil berkali-kali oleh tante Dien.

Demam teknologi, yang dulu kami menertawakan tante Dien, ternyata tak lama kemudian masuk juga kerumah kami. Bermula dari ayah yang membawa hadiah berupa blackberry, kemudian hadiah ayah itu diberikan kepada ibu. Rupanya ayah dapat door prize dari kantor, dan ayah teringat bahwa ibu tidak punya handphone yang cukup baik. Handphone ibu terakhir dibeli sekitar 3 tahun lalu dengan harga sangat murah sekitar 500 ribu. Kakak Ima mengatakan, handphone ibu sudah jadul, namun ibu tidak peduli, toh hanya untuk meng-sms dan menelpon saja. Lalu, ketika ibu mencoba blackberrynya yang baru, ibu nampak sangat kesulitan dan hampir dua bulan sang blackberry yang sebenarnya kami, 3 kakak beradik, begitu ngiler melihatnya ingin mencoba namun ayah melarang dikarenakan itu punya ibu, dan ibu juga nampaknya diam saja tidak ada reaksi, tidak tertarik untuk mencoba, juga tidak tertarik untuk meminjamkannya, jadi blackberry hitam dengan kotaknya teronggok manis disamping rak televisi yang bisa dilihat oleh siapa saja yang akan menonton televisi. Sampai suatu ketika, datanglah tante Dien yang dengan gembiranya meihat ada sesautu di dekat televisi dan dengan lincahnya tante Dien langsung membukanya, “woow, ini blackberry merk terbaru kak, jenis yang paling bagus dan mahal harganya, kok gak dipakai, buat aku aja yaa..” tante Dien membuka dengan bersemangat yang diiringi lirikan sebal dari kami ketiga keponakannya yang ikut mengerubungi.

Ku lihat ibu diam saja, namun mendengar tante Dien mengatakan bahwa itu merek bagus dan mode terbaru, ibu terlihat sedikit tertarik dan bertanya bagaimana cara menggunakannya. Kemudian tante Dien dengan bersemangat, persis seperti penjaga toko blackberry di mal yang mengajari ibu satu persatu sambil sesekali mengejek ibu dengan kata-kata gaptek, jadul dan lain lain yang hanya dijawab ibu dengan senyum saja.

Tak lama kemudian setelah tante Dien pulang, ibu mulai asyik menggunakan blackberrynya dan ibu nampak semakin lama semakin sibuk. Terlebih lagi setelah teman lama ibu dari SMP dan SMU membuat grup, ku lihat ibu sering kali duduk di pojok ruang makan dengan tangan masih bau kentang, asyik memencet tombol dan tersenyum-senyum sendiri.

“kling, kling, kling,” bunyi tanda ada pesan masuk di blackberry ibu cukup membuat kakakku, kak Ima terganggu, antara rasa iri kepingin punya blackberry dan juga rasa terganggu membuat kak Ima bersikap ketus ada ibu, “akh ibu ni... berisik amat sich, lagian ngapain sih ibu senyum-senyum sendiri..,” gerutu ka Ima sambil membawa buku pelajarannya berlalu dari hadapan ibu dan masuk kamar, sementara ayah yang baru pulang dari kantor, merasakan ibu agak lain karena biasanya menyambut di depan pintu, namun sekarang malah asyik saja sendiri, kurang peduli, bahkan nampak tergesa-gesa saat menyiapkan minuman buat ayah, bahkan terakhir ibu minta ayah ambil gula sendiri jika tehnya kurang manis.

Ibu nampak begitu asyik, di lain waktu aku melihat ibu bersikeras dengan ayah soal sesuatu.

Ketika ku dengar sepintas dari ruang belakang, aku mendengar ibu membujuk ayah untuk mangambil cicilan dari kantor agar menggunakan blackberry juga. Ibu mengatakan pake blackberry bisa lebih hemat, karena tidak usah takut kehabisan pulsa, bisa menulis sms sebanyak mungkin sepuasnya kepada siapa saja.

Setelah puas membujuk ayah, akhirnya kulihat ayah mengangguk setuju. Setelah blackberry di beli ayah, ibu pun mengajari ayah menggunakan blackberry yang baru ayah beli, dan kemudian aku pun melihat ayah semakin sibuk memencet blackberry, bahkan di kamar mandi pun aku melihat ayah membawa blackberry dan hal itu membuat kak Ima dan kak Sandy iri. Mereka lalu bertekad ingin punya blackberry juga. “kamu masih kecil baru kelas 1 SMP, kalau kita berdua kan sudah kuliah dan kelas 2 SMU, rasanya malu tahu kalo gak punya blackberry, semua orang sekarang sudah punya blackberry, kamu tahu, supir Anisa yang di depan rumah, sekarang kamu lihat pakai blackberry, kemarin Anisa menanyakan nomor pinnya, ku lihat supirnya nulis nomor pinnya di kertas, lalu Anisa menyimpan kertasnya namun terjatuh di depan rumahnya. Aku lihat tulisannya yaitu, “no pin saya, herianto ; 23d991Be, nomornya unik antara angka dengan huruf.

Kak Ima dan Kak Sandy dengan segenap tekad, akhirnya setelah 5 bulan menabung, mereka berhasil memiliki blackberry merk gemini, katanya itu yang paling murah, sementara aku termangu sendiri, “akh kalau aku punya juga mau main dengan siapa, kawan sekelasku di SMP 321 hanya 2 orang yang punya, yang satu anak pejabat, yang satunya lagi anak pengusaha Cina, si Andy, mata sipit dan aku lihat juga gak dipakai banget kok, hanya gaya saja, jadi buatku tidak punya blackberry tidak apa-apa, tidak penting!!!

Namun dikarenakan semua orang dirumahku memiliki blackberry kecuali mbok Siti, maka aku menjadi merasa penting untuk memikirkan blackberry, aku menjadi merasa kesepian. Lihatlah ketika jam makan malam tiba, mbok Siti sibuk menyiapkan makanan, sementara ibu masih asyik dipojok ruang makan dan sedang sibuk berhaha-hihi dengan kawan SMUnya yang ada dalam grup SMU Putra Kencana angkatan 89, sementara jam makan malam adalah waktu dimana kawan-kawan ibu sudah pulang kantor dan terjebak macet, sehingga di grup mereka terasa sangat ramai. “Akhh ibu.. kok ibu kayak anak remaja saja, aku jadi kehilangan ibuku, bu Asih Pertiwi yang lembut dan manis, yang selalu mencicipi makanan dan melihat apakah semua lauk masih hangat dan sayuran tidak keasinan sebelum semua anggota keluarga makan malam bersama.

Aku juga melihat susahnya kak Ima dan kak Sandy dipanggil untuk makan bersama, karena mereka manjawab, “ya tanggung, yaa ya sebentar lagi..” sementara itu aku sendirian duduk membaca komik Doraemon yang terbuka dan lecek karena berkali-kali dibuka dan ditutup, dengan perutku yang sudah keroncongan menunggu. Selain itu, ayah yang juga asyik memainkan blackberrynya. Ya Allah... ayah, cepatlah ganti baju, kenapa sudah hampir pukul 8 malam, ayah masih melilitkan handuk dibadannya dan belum juga mengganti baju dengan yang lebih rapih.

Airmataku menetes satu persatu, dimanakah keluargaku yang harmonis, yang lucu dan keakraban satu sama lain. Aku kehilangan ibuku yang lembut dan selalu menunggui kami makan malam, juga ayah yang penuh cerita sepulang kantor, dan kak ima serta kak Sandy yang biasanya berebut kursi sebelum makan malam tiba, ini semua hilang dikarenakan blackberry.

Ketika air mataku berlinang, kak Ima mengejutkanku dengan kalimat yang membuatku bertambah sakit hati dengan benda yang bernama blackberry yang telah merenggut satu-persatu anggota keluargaku mulai dari ibu, ayah, kak Ima dan kak Sandy, bahkan sampai hati kak Ima mengatakan “wooy kanapa nangis, pengen punya blackberry yaa”???

Huuh, aku benci benda hitam yang satu itu!! dia menjauhkan kami satu dengan yang lain, walau akhirnya acara makan malam dimulai dan perutku suduh terisi dengan nasi yang lembut dan lauk yang sedap walau agak keasinan. Aku melihat semua mata memandanag ke piring dan sesekali tangan mereka mengayun ke blackberry, lalu bunyi kling, kling kling bercampur dengan bunyi sendok dan piring membuat aku bertambah sedih. Kami makan bersama, namun hati kami tidak ada di tempat yang sama.

Semua gara-gara blackberry, dia mendekatkan ibu pada teknologi baru, namun manjauhkan ibu dari hatiku. Jika betul blackberry akan ditutup, Ya allah.. aku adalah orang pertama yang akan berteriak dengan gembira!!!

Hidup pak Menteri!!! Kembalikan ibuku!!!

Dan tiadalah kehidupan dunia Ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang Sebenarnya kehidupan, kalau mereka Mengetahui. (QS: Al Ankabut : 64)

(Curhat Anita: gadis kecil berusia 13 tahun, yang ditemui penulis di warung bakso depan sekolahnya, pada suatu siang yang penuh debu. Ketika penulis mengeluhkan bahwa blackberry akan ditutup, lalu Anita menceritakan bahwa dia sangat senang bila balckberry ditutup,dan mengalirlah cerita diatas.)

0 komentar:

Posting Komentar