"Hai, Lin.. kamu datang kan ya tanggal 25 oktober, tempatnya di restoran gudeg Bu Citra, kalau bisa gak usah bawa anak, kita-kita saja, yang ikut semuanya ada sekitar 25 orang," demikian bunyi inbox yang diterima Lina, salah satu siswi teladan SMU Putri Raflesia dari seorang kawannya Rini yang juga merupakan anak cerdas sewaktu SMU dulu.
Reuni itu pun akhirnya dilewati dan membuat Lina termotivasi untuk menjadi seperti kawan-kawannya, walau tidak berkarier penuh, namun menyelesaikan sekolah yang tertunda. Demikian tekadnya yang diaminkan oleh Bang Husein, suami pilihannya yang sangat pengertian namun senyum lembutnya mampu membuat Lina memahami keinginan suaminya untuk lebih mendahulukan kepentingan rumahtangga daripada yang lain.
Sambil membenahi pakaian yang masih berantakan dan juga melihat sesekali ke atas kompor, menunggu daging empuk, Lina berkali-kali tersenyum membayangkan ulah kawan-kawannya dahulu di SMU Putri Raflesia, sebuah SMU terkenal khusus untuk putri di kota bandung, yang merupakan SMU favorit dan satu-satunya SMU yang menerima putri dari seluruh Indonesia. SMU Raflesia juga menyediakan asrama yang anak-anaknya harus tinggal di dalam asrama, dan mereka harus menyiapkan semua keperluannya sendiri, ibaratnya tidak akan pakai baju bila tidak mau cuci baju.
“Semua piring yang berminyak bekas makanan bersantan, seperti piring bekas wadah gulai atau opor, sebaiknya ketika akan dicuci disiram air panas terlebih dahulu, lalu piring tersebut dibasuh dengan sabun khusus yang mengandung lemon. Kalian tahu kan deterjen merek mama lemon, yang mencuci lebih bersih" demikian jelas bu Asih menjengkelkan kepada semua siswinya yang melihat dengan seksama proses pencucian piring. Mungkin hal itu terlihat biasa saja, namun karena tidak diajarkan di sekolah lain mengenai skill ke-rumahtanggaan tersebut, maka sekolah Raflesia sangat diminati dan disukai masyarakat. Anak-anakpun merasakan hasilnya ketika mereka berumahtangga, banyak skill-skill ke-rumahtanggaan yang mereka peroleh, yang ternyata berguna sekali.
Namun, setelah reuni pertama yang Lina ikuti pada tanggal 25 oktober, setahun lalu, Lina merasa malu dan minder, karena dulu di SMU dia adalah siswi teladan dan sangat senang belajar. Kemampuannya menangkap pelajaran pun sangat cepat, dan dari 25 siswi di angkatannya, hampir semua sudah menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi, bahkan ada yang sudah sampai jenjang S3. Lina pun sedih karena yang tidak lulus kuliah hanya dia sendiri, itupun bukan karena biaya, karena semasa kuliah pun Lina sering mendapat beasiswa. Ketidaklulusan lebih kerena pernikahan dini. Rasa malu menjadikan Lina pandai bersilat lidah ketika kawan-kawannya ramai membicarakan karier masing-masing, dan sibuk menukar pin BBM masing-masing untuk saling memperluas network. Mereka hanya tersenyum manis pada Lina dengan wajah pengertian.
Bukanlah Lina yang tidak mau meneruskan sekolah, tetapi kondisi pernikahan dengan kelahiran anak yang berturut turut, juga komitmennya sebagai istri untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik, yang selalu intensif mengawasi pertumbuhankembangan anak-anaknya sejak usia dini hingga berangkat remaja yang membuat Lina merelakan keputusan Bang Husein untuk bekerja di rumah saja. Teringat Lina tentang cerita kakaknya yang menikah dengan warganegara Australia , bahwa bila melahirkan dan menjadi ibu rumah tangga maka para wanita akan diberi bayaran karena ibu rumah tangga juga merupakan suatu pekerjaan yang dianggap pemerintah pekerjaan penting bahkan merekapun diwajibkan untuk mengikuti pelajaran. Untuk belajar setinggi-tingginya bahkan Pemerintah memberikan beasiswa bagi sang ibu.
Subhanallah, Lina hanya menunggu waktu sampai Bang Husein terlihat cerah untuk menyampaikan keinginannya meneruskan sekolah yang tertunda pada awal Januari tahun depan. Dan untuk itu Lina sudah merencanakan mengambil paket weekend, yaitu kuliah yang diperuntukkan bagi orang yang bekerja, yaitu dilakukan pada harti sabtu malam dan hari ahad pagi hari, sehingga Bang Husein bisa membantu Lina menjaga anak-anak di rumah, dan anak-anakapun akan tetap terpantau pekerjaan rumahnya, juga bacaan Alqurannya oleh Bang Husein. Jadi walaupun tetap sebagai ibu rumah tangga, Lina bisa sekolah terus asalkan suami membantu, dan Lina pun wajib mahir membantu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar