Jendela
Hati

Wanita
Bicara

Keluarga

Remaja

Education
Corner

Manca
negara

Kiriman
Sahabat

Embun
Pagi

Akil Baligh Yang Penuh Misteri

“Ayo, semuanya bangun, sekarang sudah pukul 4 pagi, semua anak berkumpul di musholla, dan usahakan shalat tahajud ditambah witir. Yang batal, segera ambil wudhu lagi.” Terdengar suara ustad Bardan dari microphone yang dipasang sangat keras. Itulah mengapa pesantren atau boarding school tempatnya harus luas dan agak masuk ke dalam, hal ini mungkin dikarenakan agar ribut riuhnya anak-anak lelaki remaja dipagi hari, tidak membangunkan  masyarakat yang dalam dinginnya pagi masih terlelap.


            “Bbbrrr,” teringat Reza dengan kasur dirumahnya yang empuk, juga dengan komputernya yang masih baru 3 bulan disentuh. Semua ditinggalkan untuk  berdesak-desakan dengan  puluhan kawan-kawannya. Tidur di dalam sebuah kamar yang  agak gelap dan berkasur tipis, alhamdulillah masih ada bantal, namun tidak boleh membawa guling agar anak-anak tidur tidak teralu lelap. Selain alasan itu Reza juga mendengar bisik-bisik dari kakak kelasnya bahwa guling tidak diperbolehkan di Boarding School yang memang hanya untuk para lelaki, lebih karena menghindari anak-anak lelaki seusianya menggosok-gosokan alat vitalnya di permukaan guling. Reza yang sangat polos belum mengetahui, bahwa perbuatan masturbasi sangat rentan untuk dilakukan anak-anak lelaki seusianya ketika menjelang akil baligh.

            Malam ke lima, Reza pun rindu setengah mati pada harum melati dari baju ibunya, juga suara keras ayah yang menggelegar namun membuat Reza merasa nyaman bila ayah ada di rumah. Hal ini membuat perasaan ingin pulang Reza begitu mendesak dan Reza mengeluh dalam hati dengan peraturan di boarding (asrama/pesantren) yang melarang anak-anak membawa handphone. Bila ingin menelepon orang tua harus melalui ruang administrasi. Mengantri yang cukup panjang membuat Reza tidak tahan, dan rasanya malu bila terpaksa harus melelehkan air mata ketika mendengar suara mama di telepon dikarenakan rasa kangen yang begitu mendalam.

            Malam semakin dingin, sesekali Reza mendengar suara kresek-kresek dari arah  pojok ruang kamarnya. Di ujung sana, tempat tidur yang paling ujung, Reza melihat kakak kelas terlihat gelisah, yang membuat suara itu terus terdengar. Kemudian suara itu pun berakhir sampai kurang lebih 15 menit.
            Beberapa hari kemudian Reza baru mengetahui bahwa kawan baru di ruang tidurnya adalah kakak kelas yang baru pindah dari sekolah lain.  Reza pun terkejut melihat kakak kelasnya telah melakukan perbuatan yang tidak dimengerti anak lelaki seusianya, namun diharamkan oleh para ustad. Ternyata perbuatan itu dikenal dengan istilah “masturbasi”. Barang siapa anak lelaki penghuni asrama yang ketahuan besok paginya mencuci celana dalam dan seprainya yang basah, maka mereka akan dihukum untuk mencuci kamar mandi yang sangat bau serta hukuman-hukuman lain yang tidak ringan.

            Masturbasi, perlukah hal itu dipikirkan dan dipersoalkan, mengapa harus terjadi pada anak lelaki?, pikir Reza Reza terkejut. Selayang pandang ke luar lapangan, Reza melihat begitu banyak anak lelaki seusianya yang bermain sepakbola. Ada juga yang aktif latihan wushu, nampaknya keren dimana tali dan beberapa pisau tajam terikat di tali dan kemudian sang pelatih wushu melayang-layang dengan diiringi lagu china sampai petunjukan wushu selesai. Beberapa anak yang mengelilingi arena pelatihan wushu, segera mendaftarkan diri di ruang administrasi untuk mengikuti pelatihan wushu (seni bela diri dari china) yang diikuti 2 kali dalam satu minggu. Kakak kelas barunya yang semalam dilihat melakukan  sesuatu yang mengherankan dirinya pun ternyata mengikuti latihan Wushu tersebut. “Latihan akan dilakukan malam ini dan satu kali lagi setiap jum’at malam setelah acara muhadoroh selesai,” demikian himbau sang pelatih.

            Wah, ingat Muhadoroh, Reza segera  berlari menuju ruangan perpustakaan. Di dalam sebuah perpustakaan yang sunyi dan dingin, hati Reza terasa lebih tentram mendengar alunan Al Qur’an dari beberapa anak yang ternyata akan ujian tahfidz minggu depan. Reza mengintip dari balik rak buku, dilihatnya beberapa anak yang khusyu mengulang hafalan, walau nampak juga ada dua anak yang tertidur terlentang sambil memeluk Al Quran di dadanya.

            Reza segera mengambil buku Ihya Ulumuddin, karangan Iman Gazali, kemudian dibukanya bab ikhlas sebagai tambahan referensi. Reza teringat beberapa kalimat yang dibacanya dari buku La Tahzan, karangan Aidh Al Qorni, dan dengan asyik Reza kemudian menemukan hobinya yang baru yaitu menulis apa yang ada dalam pikirannya dari apa yang dibacanya sebagai bahan muhadoroh  jum’at pekan ini.

            Tak lama kemudian, terdengar suara jam berdentang disusul suara peluit yang halus. Semua anak bergegas menyudahi pekerjaannya. Anak-anak yang sedang asyik belajar drama segera kembali ke ruangan tidur, yang sedang asyik belajar bela diri, segera membersihkan diri dan beranjak ke ruang tidur. Reza sendiri pun segera masuk ke kamar mandi, setelah membersihkan tubuhnya, dia masuk ke ruang tidur yang jumlah sekamarnya hanya 8 orang. Jumlah yang sangat ideal memang, dan ditambah satu orang guru sebagai pengawas, walaupun memang sang guru tidak menginap diruangan tersebut, tetapi kontrolnya begitu ketat diberikan pada anak anak.
            Rasa tentram menyelimuti hati Reza, dan sejenak sebelum tidur, Reza melihat temannya di ujung sana sudah lebih tenang dari semalam. Setiap dua jam sekali ada guru yang datang dan mengawasi kondisi kamar anak. Reza yakin tidak ada lagi anak-anak yang akan masturbasi bila semua kegiatan diikuti dengan baik. Selain itu setiap anak akan merasa kelelahan jika besok dihukum membersihkan kamar mandi lagi.

            Dulu, ketika baru sebulan di boarding,  Reza khawatir, bila tiba masa akil balighnya, akankah dia terpaksa harus melakukan masturbasi dan berakhir dengan hukuman ini dan itu. Selain itu, apakah masturbasi harus dilakukan atau tidak, bagaimana rasanya, bagaimana melakukannya dan bagaimana menghindarinya. Semua menjadi bersarang di pikiran Reza yang semakin membuat ketakutan tinggal di pesantren. Rasa ingin pulang Reza bersama ibunya pun semakin kuat. Timbul di pikirannya, ibu pasti akan memaafkan dan mau memberitahu bila aku mengalami masa akil baligh yang baginya menyeramkan dan penuh misteri itu.

Namun kekhawatiran akan datangnya masa akil baligh yang baginya membingungkan dan penuh misteri sekarang sudah tidak lagi menjadi pikiran yang berat, karena Reza sudah menyimpulkan, bahwa dengan iman yang dikuatkan melalui tausiyah-tauisyah serta seluruh kegiatan ibadah yang dilakukan di Boarding ini. Selain itu banyaknya kegiatan yang dilakukan anak-anak yang membuat mereka merasa lelah sehingga energinya tersalur dengan baik, juga dengan ustad yang selalu mengontrol setiap 2 jam di kamar tidur anak-anak (santri ), maka tidak akan ada lagi peristiwa akil baligh seorang anak yang diikuti masturbasi di malam hari. Bagi Reza yang terpenting adalah hidup di boarding sebagai pembelajaran. Ia akan meyelesaikan tugas yang diberikan dengan semaksimal mungkin. Insya Allah rindu pada ibu walaupun terus berlangsung seru, namun tidak lagi terlalu pilu seperti yang dialaminya pada minggu-minggu lalu. 

            Akil baligh dan masturbasi? akh.. itu sih hal yang biasa, tak perlu dikhawatirkan, namun harus dibicarakan dan diberitahu bagaimana penanganannya pada anak-anak santri kita yang beriman, agar tidak menjadi kebiasaan yang haram. Seperti firman Allah dibawah ini:

[QS: An Nuur: 30] Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
dan dalam firman Allah yang lain,

 [QS: Al Mu’minun: 1] Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

 [QS: Al Mu’minun: 5] dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.

Hikmah :  seharusnya di pesantren atau Boarding School yang merupakan rumah kedua, dimana anak-anak lelaki remaja, baru saja mengalami masa remajanya dan mulai menemukan jati dirinya, diberikan bimbinan dan pengatahuan terutama untuk menjalani masa-masa sulitnya dalam menghadapi akil baligh. Ilmu mengenai pendidikan seks pada anak remaja lelaki harus dimulai ketika masa orientasi siswa pertama kali agar mereka memahami apa yang terjadi dalam dirinya dan juga apa yang akan dan harus mereka lakukan ketika mendapatkan akil baligh yang pertama. Selain itu cara mencegah masturbasi yaitu dengan banyak berolahraga, beraktifitas dan mengurangi melihat acara televisi ketika  ada di rumah. Mencari kawan bergaul yang baik, menghindari penggunaan facebook berlebihan dan penuhi pemikiran dengan tausiyah-tausiyah atau nasihat para ustad juga merupakan cara untuk mencegah para remaja berbuat masturbasi dalam masa menjelang akil baligh. Sebaiknya seorang ustad yang menjaga anak-anak remaja di boarding, mampu bersikap, mengayomi dan memahami psikolgi anak remaja. Bukankah ustad di pesantren adalah pengganti ornag tua di rumah. Kenyamanan jiwa diperlukan bagi kenyamanan anak-anak menerima pembelajaran, ketika rindu pada ayah, ibu dan rumah begitu mencekam... Wallohu alam..

0 komentar:

Posting Komentar